Spesifikasi Kwalitas Blangkon :
Nama : Blangkon Jogja
Kode Barang : BJBT 0254
Bahan : Batik Tulis
Pengrajin : Java Ombus.
Pembuatan : Alusan dan Alus.
Bahan : Kain keras.
Kwalitas : lentur dan Bisa dicuci.
''Blangkon iku sajinis
panutup sirah kanggowong priyo sing sejatine wujud modern lan praktis soko iket
. Iket digawe soko kain batik sing rodho dowo banjur dililitake miturut
cara-cara lilitan tinentu neng sirah. Lilitan kain iku kudhu isa nutup kabeh
sirah (ndhuwur kuping)''
Ya,blangkon adalah salah
satu bagian dari pakaian adat khas jawa yang digunakan untuk penutup kepala
bagi para pria sebagai pelindung dari sengatan matahari atau udara
dingin. Awalnya terbat dari kain iket atau udeng berbentuk persergi empat bujur
sangkar,berukuran kurang kurang lebih 105 cm x 105 cm. Kain yang kemudian
dilipat dua menjadi segitiga dan kemudian dililitkan dikepala dengan cara dan
aturan tertentu. Mengenakan iket dengan segala aturannya ternyata tidak mudah
dan memakan waktu,maka timbullah gagasan sering dengan kemajuan pemikiran orang
dan seni untuk membuat penutup kepala yang lebih praktis,yang kemudian kita
kenal dengan nama blangkon.
Tidak ada catatan
sejarah yang pasti akan asal muasal orang jawa memakai iket sebagai penutup
kepala. Iket telah tersebut dalam legenda Aji Saka,pencipta tahun saka atau
tahun jawa,sekitar 20 abad yang lalu dimana aji saka berhasil mengalahkan
dewata cengkar hanya dengan menggelar kain penutup kepala yang kemudian dapat
menutuoi seluruh tanah jawa. Selain itu,ada cerita-cerita bahwa iket adalah
pengaruh budaya hindu dan islam.para pedagang dari gujarat yang keturunan arab
selalu mengenakan sorban,kain panjang yang dililitkan dikepala,yang kemudian
menginspirasi orang jawa memakai ikat kepala seperti mereka. Cerita lain
mengatakan, di satu waktu akibat peperangan kain menjadi barang yang sulit di
dapat sehingga petinggi keraton meminta seniman untuk menciptakan ikat kepala
yang lebih efisien yaitu blangkon.
Seorang ahli kebudayaan
bernama Becker yang meneliti tata cara pembuatan blangkon mengatakan,"that
an object is useful,that it required virtuoso skill to make-neither of these
precludes it from also thought beatiful.some craft generate from within their
own tradition a feeling for beauty and with it appropriete aesthetic standars
and common of taste". Pada jaman dahulu,blangkon memang hanya dibuat oleh
para seniman yang ahli dengan pakem (aturan) tentang iket. Semakin memenuhi pakem
yang diterapkan,maka blangkon tersebut akan semakin tinggi nilainya.
Bagi orang jawa,kepala,rambut,dan
wajah adalah mahkota,bagian yang terpenting dan terhormat dari tubuh
manusia,yang harus selalu dilindungi dan diperhatikan. Kebanyakan orang jawa
dahulu memanjangkan rambutnya tapi tidak membiarkannya tergerai
acak-acakan. Rambut biasanya digelung atau diikat dengan ikatan kain,yang saat
ujung ikatan kain tersebut diikat dibelakang kepala bermakna filosofisberupa
peringatan untuk mampu mengendalikan diri. Pria jawa jaman dahulu hanya
membiarkan rambutnya tergerai hanya saat berada dirumah atau dalam sebuah
konflik,misal perang atau berkelahi. Membuka ujung ikatan kain di belakang
kepala (atau membuka tutup kepala) yang berakibat tergerainya rambut
adalah bentuk terakhir luapan emosi yang tak tertahan. Jadi iket atau blangkon
adalah perwujudan pengendalian diri.
Saat agama islam masuk
ke tanah jawa,blangkon dikaitkan dengan nilai transedental. Dibagian belakang
blangkon pasti ada 2 ujung kain yabg terikat,yang satu ujung kain merupakan
simbol dari syahadat tauhid dan satu ujung lain adalah syahadat rasul dan
terikat menjadi satu bermakna menjadi syahadatain. Setelah terikat,kemudian
dipakai dikepala,dibagian yang bagi orang jawa adalah bagian terhormat. Artinya
syahadat harus ditempatkan paling atas.pemikiran apapun yang keluar dari kepala
harus dilingkupi oleh sendi-sendi islam.
Pada perkembangannya
kemudian,blangkon yang awalnya menjadi pelindung kepala yang mempunyai nilai
filosofis tinggi kemudian menjadi sebuah simbol atau identitas kelompok serta
status sosial dari masyarakat penggunanya. Hal ini ditandai dengan adanya
wiron,jabehan,cepet,waton,kuncungan,corak dan ragam hiasnya. Tetapi apapun
itu,sebagai orang jawa tulen,bilaanda tidak mampu mengendalikan emosi dan nafsu
maka anda tidak berhak mengenakan iket blangkon dikepala!!
Secara umum,ada dua
jenis blangkon,yaitu mempunyai mondholan (tonjolan) dan yang tepes (rata). Pada
awal iket dipergunakan sebagai tutup kepala,banyak pria jawa yang berambut
panjang sehingga harus digelung terlebih dahulu sebelum ditutup dengan
iket. Gelung rambut inilah yang kemudian mondol,menonjol,dan disembunyikan
dibawah iket. Rambut dalam nilai filosofi orang jawa yang sudah disebutkan
diatas adalah representai perasaan. Rambut dibawah iket adalah perasaan yang
disembunyikan,yang harus dijaga rapat-rapat,menjaga perasaan sendiri demi
menjaga perasaan orang lain.
Sebagai bagian dari taktik devide et impera ,VOC menengahi dan memanfaatkan
konflik internal kerajaan Mataram.Setelah ditandatangani perjanjian
Gianti (1755) Kesultanan Mataram terbagi menjadi dua yaitu Yogyakarta dan
Surakarta. Masyarakat dikeduea daerah ini kemudian tumbuh dengan caranya
sendiri-sendiri. Salah satunya adalah pria Jogya masih berambut panjang dan
menggelung rambutnya,sementara pria Surakarta karena lebih dekat dengan
orang-orang belanda terlebih dahulu mengenal cara bercukur. Walaupun kemudian
orang mulai banyak berambut pendek dan menggunakan blangkon (tidak lagi
iket),untuk sebuah pembedaan maka dibuatlah mondholan yang dijahit langsung
pada blangkon dari Jogya. Itu mengapa blangkon dengan mondholan dapat ditemukan
di Jogya,sementara yang trepes ditemuka di Solo.
Sebenarnya ada banyak
varian dari blangkon, yaitu:
1. Kejawen (meliputi
daerah banyumas, bagelen, yogyakarta, surakarta, madiun, kediri, malang) dapat
dibedakan lagi sekurang-kurangnya dua gaya, yakni Solo dan Yogyakarta.
a. Gaya Solo,dapat
dibedakan lagi dengan gaya utara dan selatan.
b. Gaya Yogya,dapat
dibedakan jenis lagi menurut wironnya, yakni mataraman dan iket krepyak.
2. Pasundan tidak selalu
diartikan secara geografis,misalnya Banten dan Cirebon masuk kelompok
pesisiran. Blangkon atau bendo pasundan banyak persamaannya dengan gaya
Solo,namun dapat dibedakan melalui beberapa bentuk seperti : barang bangsempla,
sumedangan,wirahnasari dan lain-lain.
3. Pesisiran.adalah
daerah-daerah yang berlokasi di pantai utara pulau jawa dimana corak budayanya
berbeda (penerapan motif batik) dengan daerah pedalaman.
4. lain-lain. disamping
yang tidak disebutkan diatas masih terdapat corak atau gaya lain dipulau jawa
seperti layaran (jawa timur, dari bangkalan), tengkulak (banten, cirebon,
demak) dipakai oleh santri dan lain-lain.
Jadi Blangkon adalah
sebuah representasi diri melalui tampilan depan yang rapi, sopan dan berseni
(ditandai dengan wiru halus) dari sebuah pengendalian diri yang kat (ikatan dua
ujung kain dibagian belakang), pengendalian diri yang juga berbasis atas
hubungan manusia dengan sang pencipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar