Translate

Senin, 10 Juli 2017

BLANGKON JOGJA BATIK TULIS


Spesifikasi Kwalitas Blangkon :
Nama : Blangkon Jogja
Kode Barang : BJBT 0254
Bahan : Batik Tulis
Pengrajin : Java Ombus.
Pembuatan : Alusan dan Alus.
Bahan : Kain keras.
Kwalitas : lentur dan Bisa dicuci.







''Blangkon iku sajinis panutup sirah kanggowong priyo sing sejatine wujud modern lan praktis soko iket . Iket digawe soko kain batik sing rodho dowo banjur dililitake miturut cara-cara lilitan tinentu neng sirah. Lilitan kain iku kudhu isa nutup kabeh sirah (ndhuwur kuping)''
Ya,blangkon adalah salah satu bagian dari pakaian adat khas jawa yang digunakan untuk penutup kepala bagi para pria sebagai pelindung dari sengatan matahari atau udara dingin. Awalnya terbat dari kain iket atau udeng berbentuk persergi empat bujur sangkar,berukuran kurang kurang lebih 105 cm x 105 cm. Kain yang kemudian dilipat dua menjadi segitiga dan kemudian dililitkan dikepala dengan cara dan aturan tertentu. Mengenakan iket dengan segala aturannya ternyata tidak mudah dan memakan waktu,maka timbullah gagasan sering dengan kemajuan pemikiran orang dan seni untuk membuat penutup kepala yang lebih praktis,yang kemudian kita kenal dengan nama blangkon.

Tidak ada catatan sejarah yang pasti akan asal muasal orang jawa memakai iket sebagai penutup kepala. Iket telah tersebut dalam legenda Aji Saka,pencipta tahun saka atau tahun jawa,sekitar 20 abad yang lalu dimana aji saka berhasil mengalahkan dewata cengkar hanya dengan menggelar kain penutup kepala yang kemudian dapat menutuoi seluruh tanah jawa. Selain itu,ada cerita-cerita bahwa iket adalah pengaruh budaya hindu dan islam.para pedagang dari gujarat yang keturunan arab selalu mengenakan sorban,kain panjang yang dililitkan dikepala,yang kemudian menginspirasi orang jawa memakai ikat kepala seperti mereka. Cerita lain mengatakan, di satu waktu akibat peperangan kain menjadi barang yang sulit di dapat sehingga petinggi keraton meminta seniman untuk menciptakan ikat kepala yang lebih efisien yaitu blangkon.






Seorang ahli kebudayaan bernama Becker yang meneliti tata cara pembuatan blangkon mengatakan,"that an object is useful,that it required virtuoso skill to make-neither of these precludes it from also thought beatiful.some craft generate from within their own tradition a feeling for beauty and with it appropriete aesthetic standars and common of taste". Pada jaman dahulu,blangkon memang hanya dibuat oleh para seniman yang ahli dengan pakem (aturan) tentang iket. Semakin memenuhi pakem yang diterapkan,maka blangkon tersebut akan semakin tinggi nilainya.
Bagi orang jawa,kepala,rambut,dan wajah adalah mahkota,bagian yang terpenting dan terhormat dari tubuh manusia,yang harus selalu dilindungi dan diperhatikan. Kebanyakan orang jawa dahulu memanjangkan rambutnya tapi tidak membiarkannya tergerai acak-acakan. Rambut biasanya digelung atau diikat dengan ikatan kain,yang saat ujung ikatan kain tersebut diikat dibelakang kepala bermakna filosofisberupa peringatan untuk mampu mengendalikan diri. Pria jawa jaman dahulu hanya membiarkan rambutnya tergerai hanya saat berada dirumah atau dalam sebuah konflik,misal perang atau berkelahi. Membuka ujung ikatan kain di belakang kepala (atau  membuka tutup kepala) yang berakibat tergerainya rambut adalah bentuk terakhir luapan emosi yang tak tertahan. Jadi iket atau blangkon adalah perwujudan pengendalian diri.

Saat agama islam masuk ke tanah jawa,blangkon dikaitkan dengan nilai transedental. Dibagian belakang blangkon pasti ada 2 ujung kain yabg terikat,yang satu ujung kain merupakan simbol dari syahadat tauhid dan satu ujung lain adalah syahadat rasul dan terikat menjadi satu bermakna menjadi syahadatain. Setelah terikat,kemudian dipakai dikepala,dibagian yang bagi orang jawa adalah bagian terhormat. Artinya syahadat harus ditempatkan paling atas.pemikiran apapun yang keluar dari kepala harus dilingkupi oleh sendi-sendi islam.

Pada perkembangannya kemudian,blangkon yang awalnya menjadi pelindung kepala yang mempunyai nilai filosofis tinggi kemudian menjadi sebuah simbol atau identitas kelompok serta status sosial dari masyarakat penggunanya. Hal ini ditandai dengan adanya wiron,jabehan,cepet,waton,kuncungan,corak dan ragam hiasnya. Tetapi apapun itu,sebagai orang jawa tulen,bilaanda tidak mampu mengendalikan emosi dan nafsu maka anda tidak berhak mengenakan iket blangkon dikepala!!

Secara umum,ada dua jenis blangkon,yaitu mempunyai mondholan (tonjolan) dan yang tepes (rata). Pada awal iket dipergunakan sebagai tutup kepala,banyak pria jawa yang berambut panjang sehingga harus digelung terlebih dahulu sebelum ditutup dengan iket. Gelung rambut inilah yang kemudian mondol,menonjol,dan disembunyikan dibawah iket. Rambut dalam nilai filosofi orang jawa yang sudah disebutkan diatas adalah representai perasaan. Rambut dibawah iket adalah perasaan yang disembunyikan,yang harus dijaga rapat-rapat,menjaga perasaan sendiri demi menjaga perasaan orang lain.








Sebagai bagian dari taktik devide et impera ,VOC menengahi dan memanfaatkan konflik internal kerajaan Mataram.Setelah ditandatangani perjanjian Gianti (1755) Kesultanan Mataram terbagi menjadi dua yaitu Yogyakarta dan Surakarta. Masyarakat dikeduea daerah ini kemudian tumbuh dengan caranya sendiri-sendiri. Salah satunya adalah pria Jogya masih berambut panjang dan menggelung rambutnya,sementara pria Surakarta karena lebih dekat dengan orang-orang belanda terlebih dahulu mengenal cara bercukur. Walaupun kemudian orang mulai banyak berambut pendek dan menggunakan blangkon (tidak lagi iket),untuk sebuah pembedaan maka dibuatlah mondholan yang dijahit langsung pada blangkon dari Jogya. Itu mengapa blangkon dengan mondholan dapat ditemukan di Jogya,sementara yang trepes ditemuka di Solo.

Sebenarnya ada banyak varian dari blangkon, yaitu:

1. Kejawen (meliputi daerah banyumas, bagelen, yogyakarta, surakarta, madiun, kediri, malang) dapat dibedakan lagi sekurang-kurangnya dua gaya, yakni Solo dan Yogyakarta.

a. Gaya Solo,dapat dibedakan lagi dengan gaya utara dan selatan.
b. Gaya Yogya,dapat dibedakan jenis lagi menurut wironnya, yakni mataraman dan iket krepyak.

2. Pasundan tidak selalu diartikan secara geografis,misalnya Banten dan Cirebon masuk kelompok pesisiran. Blangkon atau bendo pasundan banyak persamaannya dengan gaya Solo,namun dapat dibedakan melalui beberapa bentuk seperti : barang bangsempla, sumedangan,wirahnasari dan lain-lain.

3. Pesisiran.adalah daerah-daerah yang berlokasi di pantai utara pulau jawa dimana corak budayanya berbeda (penerapan motif batik) dengan daerah pedalaman.

4. lain-lain. disamping yang tidak disebutkan diatas masih terdapat corak atau gaya lain dipulau jawa seperti layaran (jawa timur, dari bangkalan), tengkulak (banten, cirebon, demak) dipakai oleh santri dan lain-lain.

Jadi Blangkon adalah sebuah representasi diri melalui tampilan depan yang rapi, sopan dan berseni (ditandai dengan wiru halus) dari sebuah pengendalian diri yang kat (ikatan dua ujung kain dibagian belakang), pengendalian diri yang juga berbasis atas hubungan manusia dengan sang pencipta.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

wa